Rompi
anti peluru telah lama dikembangkan dan digunakan dalam dunia militer
untuk mengurangi jumlah korban yang jatuh pada tentara atau petugas yang
menghadapi baku tembak. Fungsinya jelas, yaitu untuk melindungi tubuh
dari peluru atau proyektil kecil lainnya yang keluar dari senjata api.
Kemungkinan prinsip awal rompi anti peluru diilhami dari baju zirah yang
digunakan prajurit pada abad pertengahan.
Pada masa itu, untuk mengurangi luka sayatan atau tusukan pedang atau bahkan luka akibat terjangan anak panah, para ksatria kerajaan (knight) memakai baju dari besi. Sayangnya dengan perkembangan senjata api, perlindungan seperti ini menjadi tidak bermanfaat lagi. Maka dikembangkanlah baju pelindung untuk mementahkan serangan senjata api yang kita kenal dengan sebutan rompi anti peluru. Menurut jenisnya, rompi anti peluru dibedakan menjadi dua, yaitu soft body armor dan hard body armor.
Soft Body Armor
Dalam
tugas keseharian atau dalam tugas penyamaran polisi lebih mengutamakan
rompi anti peluru yang ringan. Soft body armor umumnya terbuat dari
serat Aramid. Material ini ditemukan tahun 1964, oleh Stephanie Kwolek,
seorang ahli kimia berkebangsaan Amerika, yang bekerja sebagai peneliti
pada perusahaan DuPont.
Aramid
adalah kependekan dari kata aromatic polyamide. Aramid memiliki
struktur yang kuat, alot, memiliki sifat peredam yang bagus, tahan
terhadap asam dan basa, selain itu dapat menahan panas hingga 370°C,
sehingga tidak mudah terbakar. Karena sifatnya yang demikian, aramid
juga digunakan di pesawat terbang, tank, dan roket. Produk aramid yang
dipasarkan dikenal dengan nama Kevlar.
Kevlar
memiliki berat yang ringan, tapi 5 kali lebih kuat dibandingkan besi.
Satu lapisan Kevlar tebalnya kurang dari 1 mm, umumnya standar rompi
anti peluru terdiri hingga 32 lapisan dan beratnya bisa mencapai 10 kg.
Hard Body Armor
Dengan
menambahi soft body armor dengan lapisan tertentu, dapat dihasilkan
hard body armor. Umumnya lapisan terbuat dari keramik, lempengan logam
atau komposit. Bentuknya yang tebal dan berat menjadikannya tidak nyaman
digunakan, hingga jarang dikenakan dalam tugas keseharian. Hanya dalam
tugas khusus yang beresiko tinggi, seperti operasi militer atau operasi
tim khusus.
Prinsip Kerja Rompi Anti Peluru
Prinsip
kerjanya adalah dengan mengurangi sebanyak mungkin lontaran energi
kinetik peluru, dengan cara menggunakan lapisan-lapisan kevlar untuk
menyerap energi laju tersebut dan memecahnya ke penampang rompi anti
peluru yang luas, sehingga energi tersebut tidak cukup lagi untuk
membuat peluru dapat menembus rompi anti peluru.
Analoginya
seperti laju bola yang dapat ditahan oleh jaring gawang. Jaring gawang
terdiri dari rangkaian tali yang saling terhubung satu sama lain.
Apabila bola tertangkap oleh jaring gawang, maka energi kinetik bola
tersebut akan diserap oleh jaring gawang, yang menyebabkan tali di
sekitarnya bertambah panjang dan kemudian tekanan tali akan dialirkan ke
tiang gawang.
Dalam
menyerap laju energi peluru, kevlar mengalami deformasi yang menekan ke
arah dalam, tekanan kedalam ini akan diteruskan sehingga mengenai tubuh
pengguna. Batas maksimal penekanan kedalam tidak boleh lebih dari 44
mm. Jika batasan tersebut dilewati, maka pengguna rompi anti peluru akan
mengalami luka dalam yang tentunya akan membahayakan keselamatan jiwa.
Anggapan
bahwa pemakai rompi anti peluru dapat terhindar sepenuhnya dari cidera
yang dihasilkan oleh tembakan adalah salah. Perlu ditekankan sekali
lagi, bahwa fungsi utama rompi anti peluru hanyalah untuk menahan
peluru. Sehingga peluru tidak sampai masuk ke dalam tubuh pemakai rompi
anti peluru.
Tidak
jarang akibat tekanan yang ditimbulkan peluru tadi, pemakai rompi anti
peluru akan menderita luka memar hingga patah tulang. Tentunya cidera
juga tergantung dari jenis rompi anti peluru yang digunakan. Ini
menunjukkan bahwa istilah rompi anti peluru (bullet proof vest) tidaklah
tepat, istilah yang benar adalah rompi balistik (ballistic vest).
Level Rompi Balistik
Standar
rompi balistik yang paling banyak digunakan adalah standar NIJ
(National Institute of Justice) Amerika. Berdasarkan standar ini, rompi
balistik dibagi menjadi beberapa tingkatan (level), yaitu level I, II-A,
II, III-A, III, dan IV. Level I adalah tingkatan yang terendah, rompi
balistik hanya dapat menahan peluru yang berkaliber kecil. Lengkapnya
lihat gambar di atas. Mulai level III rompi balistik akan dilengkapi
dengan lempengan besi, sehingga mampu untuk menahan shotgun.
Related Posts
0 komentar